Opini : 30-09-2011
Sudah jadi sarapan kita setiap hari melewati jalan-jalan besar di ibukota, kita juga disuguhi oleh pemandangan anak-anak jalanan yang bernaung di bawah panjangnya terowongan jalan. Mereka sebenarnya tidak sendiri, mereka juga punya ibu. Namun saya pikir ibu-ibu mereka terlalu keji mengeksploitasi anaknya sendiri untuk mencari kepingan rupiah, tapi disitulah suksesnya mereka. Orang-orang merasa iba, tidak tega melihat anak bocah yang tingginya belum sampai satu meter namun sudah gentayangan di jalan siang hari diantara himpitan mobil-mobil besar sambil menengadahkan tangan, memang sih mereka berlabel "pengamen" karena mereka ditugaskan menyanyi walaupun tidak jelas mereka nyanyi lagu apa dan lagu siapa. Lantas, orang-orang memberi duit berdasarkan modal "kasihan" yang mereka punya bukan modal menyanyinya, fakta di jalan ini semakin memperkuat jumlah anak jalanan yang dieksploitasi orang tua mereka sendiri, begini mirisnya ibukota kita.
Jika anak jalanan ngamen tanpa modal nyanyi namun dengan modal kasihan, beda lagi dengan komunitas satu ini. Mereka berdandan urakan dengan tindikkan dimana-mana, pakaiannya lusuh, rambutnya warna-warni tak terurus, kadang tubuh mereka dihiasi tato, ya... mereka adalah anak punk. Komunitas yang sering kita jumpai juga di jalan, hidup mereka carut marut seperti tidak punya orang tua dan tidak punya rumah. Lantas, mereka pun semena-semena juga meminta uang dengan label "pengamen" namun tidak bermodalkan suara, bukan juga bermodalkan kasihan, melainkan dengan modal cacat penampilan mereka yang menakutkan itu. Tidak jarang mereka menggerutu atau marah-marah kalau tidak ada penumpang angkot yang memberi uang sepeserpun, hingga kemudian orang memilih berkorban selembar uang seribu daripada menelan amukkan mereka yang menakutkan itu. Ya, dengan begitu mereka sukses mengandalkan penampilan mereka yang amburadul untuk mendapatkan uang, bahkan dengan mudahnya.
Pengamen yang sebenarnya malah jarang sekali saya temui, hanya beberapa persen dari orang-orang yang saya lihat dengan ciri diatas. Jika menemukan seorang pengamen yang memang berbakat, tidak perlu bersuara bagus seperti penyanyi sungguhan namun minimal ia niat membawakan lagu, pasti banyak kok yang mau memberi uang, apalagi jika alat instrumen yang ia mainkan unik, contohnya seperti biola. Dengan begitu, penumpang pun mengakui kalau mereka layak mendapat koin banyak, saya pun tergerak untuk memberi uang. Ya, tapi inilah ibukota, mengamen itu adalah cara mendapatkan uang dengan mudah dan saat ini maknanya sudah digeser, mengamen bukan cuma dengan modal menyanyi seperti yang saya lihat. Anak-anak jalanan mengamen dengan modal "dikasihani", sedangkan para komunitas punk mengamen dengan modal "ditakuti"
Ngamen tanpa modal nyanyi
Festival Social Media Pertama
Jakarta - Festival Social Media untuk pertama kalinya digelar di Indonesia. Plaza FX yang menjadi tuan rumah event yang diselenggarakan pada 22-24 September 2011 ini berhasil mendatangkan antusias pengunjung dengan acara di tujunh lantai mall tersebut.
Festival Social Media atau socmedfest lahir dari maraknya pengguna akun twitter yang kemudian membuat sebuah komunitas dengan spesifikasi tertentu dan secara intens melakukan feeding di twitter untuk memberikan informasi atau sekedar promosi. Acara ini menampilkan 69 komunitas yang masing-masing merepresentasikan dirinya melalui booth-booth, karya-karya yang mereka buat juga turut disajikan untuk menarik perhatian pengunjung.
Selama tiga hari festival tersebut, pengunjung tidak hanya disuguhi pameran dari komunitas. Festival ini juga diisi dengan diskusi film bersama Garin Nugroho, workshop fotografi bersama Jerry Aurum, pertunjukan berkebun dari Komunitas Indonesia Berkebun, workshop pembuatan dan penerbitan komik hingga acara puncak yang dimeriahkan oleh penampilan dari boyband SM*SH.
Java Soulnation 2011
L.A Lights mempersembahkan pertunjukkan musik akbar Java Soulnation Festival 2011 di Istora Senayan Jakarta dengan menghadirkan Sophie Ellis-Bextor, Nelly, LMFAO*, Mike Ponser dan masih banyak lagi.
Acara yang berlangsung selama 3 hari berturut-turut pada 23,24,25 September ini tidak hanya dimeriahkan oleh musisi luar negeri namun juga turut menampilkan band-band Indonesia seperti Agrikultur, Roman Foot Soldier, Rock n Roll Mafia, Shaggy Dog, Maliq & D'Essentials dan masih banyak lagi. Berbagai macam aliran musik mulai dari pop, rock, rap, hiphop, soul, r&b hingga dancepop diramu dalam satu festival selama tiga hari tersebut. Harga tiket untuk daily pass adalah 350 ribu rupiah sedangkan untuk 3 day pass adalah 980rb.
Perkasanya Pers & Media
Opini - 22/09/2011
Kasus pertikaian antara SMA 6 dengan wartawan beberapa hari yang lalu menggemparkan isi timeline twitter saya. Tweet-tweet yang mayoritas berasal dari calon wartawan itu bersikeras membela tindakan wartawan yang memang dirugikan secara fisik oleh anak-anak SMA 6 saat hendak mengabadikan tawuran. Belum lagi tweet-tweet edisi kontra wartawan, mereka bilang media terlalu "lebay" dalam memberitakan kasus SMA 6 ini dan ketenangan siswa-siswa SMA tersebut menjadi terganggu.
Belum jelas siapa yang memulai duluan pertikaian, mereka saling menuding. Wartawan bilang kalau kameranya dirampas dan mereka dipukuli oleh anak-anak SMA tersebut, siswa-siswa SMA 6 pun membela diri mereka merasa terganggu karena gambarnya ketika tawuran dengan siswa-siswa SMA 70 diabadikan oleh seorang wartawan. Hingga saat ini, kabarnya siswa-siswa yang terlibat itu diperiksa di Porles Jakarta, tidak perduli dengan mereka yang anak pejabat sekalipun.
Seperti inilah keperkasaan pers dan media, dalam beberapa jam saja kasus mereka sudah dikontruksi dan jadi pembicaraan hangat orang-orang. Setiap orang memiliki perspektif masing-masing tentang kasus ini, ada yang menganggap wartawan dan media terlalu berlebihan, namun coba kembalikan masalah ke awal. Adik-adikku yang hobi tawuran demi menunjukkan keperkasaan, jadilah siswa-siswa baik dan teladan jika tidak ingin dikejar-kejar pers dan media karena mau bagaimanapun kalian tidak akan lebih perkasa dari kami (media).
Lemahnya Pelayanan Petugas Bus Transjakarta Untuk Penyandang Disabilitas
“Mas tolong saya, saya ini cacat. Kalo saya sempurna juga tidak minta tolong sama mas” jerit seorang nenek berumur sekitar 60 di shelter busway Matraman, Jakarta Timur. Tampak nenek itu memegang tongkat dan terus meraba-raba jalan. Ya, tidak lain ia adalah seorang tunanetra. Ketidakmampuannya untuk menaiki Bus Transjakarta sendirian membuat keributan siang itu. Pasalnya, si nenek yang hendak menaiki bus Transjakarta menuju Pulogadung merasa tidak diperlakukan dengan baik oleh petugas. Nenek tersebut meminta pelayanan ekstra dari petugas dengan menungguinya dan memegangnya hingga naik ke dalam bus. Ya, petugas telah menuntun si nenek sampai ke dekat pintu dimana si nenek harus menaiki bus sedangkan bus nya sendiri belum datang, kemudian yang diributkan oleh si nenek siang itu adalah ketika petugas meninggalkannya begitu saja.
Angola Raih Gelar Miss Universe 2011
Jakarta - Leila Lopes dari Angola berhasil memenangkan gelar Miss Universe setelah menyingkirkan 88 kontestan lainnya dari berbagai negara di Sao Paulo, Brazil (12/09).